10 menit
sebelum berakhir pelajaran bidang biologi yang cukup membuat pusing, saya dapet
kesempatan untuk menjelaskan ulang penjelasan pelajaran biologi yang diajarkan
di hari sebelumnya, menjelaskan depan temen-temen kelas, saya pun tanpa
basa-basi langsung kedepan dan berlagak seperti guru biologi yang lihai.
Setelah selesai
menjelaskan, saya langsung mendapatkan beberapa hal yang menurut saya penting,
dan saya selalu mengabaikan hal tersebut.
Bab proses
Katabolisme pada Protein, Polisakarida, dan Lemak, memang sedikit membuat
pusing, bu Dwi, guru mata pelajaran biologi yang mejelaskannya pun mengakui
bahwa bu Dwi harus merangkum materi dari 23 halaman menjadi beberapa bagan
sederhana dengan bahasa yang lebih gampang dimengerti pun perlu waktu 1 minggu
hingga 2 minggu, alhasil anak-anak yang mendengarkan penjelasan tersebut merasa
bahwa otak kita “konslet”.
Penjelasan
tersebut selesai, dan masih menyisakan waktu 10 menit terakhir sebelum kelas
biologi bubar, nah pada menit terakhir itu saya maju untuk menjelaskan bab
sebelumnya didepan temen-temen kelas, karena mendapat perintah bu Dwi dan
ditawarkan dengan nilai yang membuat saya terpesona, jadi saya memilih untuk
menjelaskan.
Situasi kelas
di menit terakhir memang sudah tidak kondusif, ditambah dengan “konslet”nya otak temen-temen sekelas, jadi wajar saja kalau penjelasan saya
benar-benar tidak didengar, ada yang acuh, bicara sendiri, masang headset,
tidur, buka novel, DLL..
Pada saat itu saya tidak ada sama sekali perasaan kesal ataupun
marah, akan tetapi saya menjadi sadar akan beberapa hal.
1.
Menjadi Guru adalah hal yang tidak
mudah
Berbicara di
depan lebih menghabiskan tenaga, saya berpikir mending nyanyi daripada jadi
guru sambil ngomel-ngomel didepan, belum lagi kita harus ekstra sabar
menjelaskan pelajaran agar murid yang diajarkan menjadi lebih mudah mengerti,
dan menciptakan suasana yang menyenangkan dan asik itu susah, menurut saya
sendiri pun menjadi guru itu serba salah, terkadang guru sering disalahkan,
padahal yang salah itu murid, intinya mah sangat melelahkan dan susah jadi
guru.
2.
Makan hati apabila jadi guru
muridnya…..
Bayangkan kita
menjadi guru, pada saat itu muridnya banyak yang tidak memperhatikan, ada yang
tidur, pasang headset, ngobrol sendiri, dan acuh, ini sangat menghancurkan hati
guru, pasti hancur, ini nggak lebay lho, serius, apabila sang guru membentak
marah memang murid akan menjadi memperhatikan akan tetapi saya yakin suasana
persahabatan antara sang guru dan murid akan hilang, dan akhirnya bakal ngga
kondusif suasana pembelajaran, dan sang guru akan kena omel oleh sang kepala
sekolah karena hal tersebut, serba salah memang. Sang guru akan merasa
ter-dzolimi, lalu sang murid pun ilmuya tidak akan diberkahi, apa yang
didapatkan sang murid hanya capeknya doang.
Pengalaman
menjadi guru sepuluh menit, lalu mendapatkan keadaan tersebut membuat saya
seperti berkaca pada cermin dan melihat diri saya sendiri yang sedang
mengacuhkan guru, hal tersebut membuat hati saya JLEB lah pokoknya.
Sebenarnya
nulis akan hal ini sangatlah berat, terkadang saya pun sering tidak
mendengarkan penjelasan guru dengan serius, pengen berubah, tapi keseringan
khilafnya, setelah dipikir-pikir dan berniat
sharing ke temen-temen, saya ingin menekankan, bahwa kita harus merubah sikap
buruk kita terhadap guru, kalo saya jujur agak susah untuk berubah karena kalo
udah otak saya tidak bisa mencerna suatu pelajaran, saya bakal sibuk sendiri
dan tidak memperhatikan, tapi jangan kira saya gak coba buat berubah lho.
Wajib diingat,
jika kita membutuhkan suatu ilmu, hanya guru yang akan membagi ilmunya bahkan
dengan ikhlas, tanpa pamrih, kalau udah sadar akan hal ini, berterima kasihlah
pada guru-guru kita.
Meski saya telat menyadarinya...
Setelah menulis
ini, saya pun minta maaf ke guru-guru karena saya pernah mendzolimi mereka
dengan sikap buruk saya. [Atsumichi_453]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar